Jumat, 09 April 2010

PANORAMA ALAM IRIAN JAYA TENGAH
Maret 4, 2008 · Tinggalkan sebuah Komentar

Sabtu, 04 Juni 2005 – 05:05 AM
Papua, SULIT sekali menggambarkan dengan kata-kata untuk melukiskan betapa indahnya panorama alam Papua. Jangankan saat ingin menuangkannya dalam tulisan, saat melihatnya secara langsung pun, mulut ini terasa terkunci menyaksikan kekayaan dan keindahan alam Papua. Hati ini hanya mampu bergumam, “Ya Tuhan, indah sekali mahakarya-Mu”.Sungguh beruntung tim dari Media Indonesia dan Metro TV berkesempatan mengunjungi pulau yang penuh pesona ini.

Panorama alamnya menyajikan lebatnya hutan belantara dan hijaunya dedaunan serta aneka fauna yang tidak dapat ditemui di bagian lain wilayah Indonesia.

Ini belum ditambah dengan melihat kehidupan suku-suku di Papua yang memiliki keunikan tersendiri dibandingkan masyarakat lain. Masih sering kita dengar ungkapan bahwa masyarakat Papua adalah masyarakat dengan peradaban yang terbelakang.

Ungkapan ini ternyata tidak sepenuhnya benar. Jumlah masyarakat terdidik dan kualitas pendidikan mereka memang masih sangat jauh tertinggal. Namun, dengan rendahnya pendidikan formal yang dimiliki, mereka justru telah memiliki teknologi sendiri, terutama dalam pengelolaan alam.

(sumber: media indonesia)


Mereka mampu mengeruk hasil bumi, namun mereka juga mampu menjaganya.

Menjadi bagian dari tradisi, teknologi menjaga ekosistem dan kelestarian alam menjadi pendidikan turun-temurun dari nenek moyang mereka. Sehingga, bencana alam seperti banjir dan tanah longsor akibat kelalaian manusia tidak pernah terjadi di Papua.

Hal yang mereka khawatirkan hanyalah gempa bumi, seperti yang baru-baru ini terjadi di Nabire.

Hasilnya, penggundulan hutan dan punahnya habitat hewan dan tumbuhan seperti yang banyak terjadi di tempat lain di Indonesia, tidak terjadi di Papua. Prinsip ‘Megaboarat Negel Jombei – Peibei’ yang berarti ‘Tanah leluhur ibarat ibu yang sangat dihormati karena menjadi sumber penghidupan’ membuat Papua mungkin menjadi tempat terakhir di Indonesia yang masih terjaga kelestarian alamnya.

Karena itu, tim yang beranggotakan Mirza Andreas, Agus Mulyawan, Eddy Prasetyo, dan Adhi Widiarta (Tata) termotivasi untuk melakukan ekspedisi di sana. Setelah mengurus surat-surat perizinan, pada awal Desember lalu, tim berkesempatan mengunjungi dataran tinggi Kabupaten Mimika, tepatnya di gugusan Pegunungan Jayawijaya dan sekitarnya.

Ekspedisi ini merupakan lanjutan dari ekspedisi sebelumnya yang telah dilakukan pada November lalu dengan tujuan dataran rendah Kabupaten Mimika. Dipilihnya kabupaten ini sebagai daerah tujuan ekspedisi karena daerah ini memiliki dua dataran yang memiliki perbedaan ketinggian ekstrem, dari nol meter di atas permukaan laut (mdpl) hingga hampir 5.000 mdpl.

Jadi, Anda tidak perlu pergi ke luar negeri jika hanya ingin melihat salju es. Di Puncak Jaya misalnya, sepanjang tahun tanpa dipengaruhi oleh pergantian musim, salju akan mudah ditemui. Karena itu, hamparan salju yang berada di beberapa puncak dari Pegunungan Jayawijaya disebut sebagai ‘Salju Abadi’.

Tim juga berkesempatan tinggal bersama masyarakat Suku Amungme, salah satu suku besar yang mendiami daerah pegunungan. Bersama seorang peneliti budaya dan alam Papua, Kalman Muller, tim mengunjungi Desa Banti yang masih menjadi bagian wilayah dari Suku Amungme ini.

Bersama peneliti berkebangsaan Amerika asal Hongaria ini, tim berinteraksi di tengah-tengah kehidupan masyarakat yang tinggal di ketinggian hampir 2.000 mdpl.

Ini semua dijalani semata-mata untuk mengenal lebih jauh kekayaan alam dan budaya yang dimiliki oleh salah satu stakeholder dari negeri ini.

Hampir dapat dipastikan, pemandangan alam yang menakjubkan serta hangatnya masyarakat Papua membuat siapa pun yang pernah mengunjungi Papua akan selalu rindu untuk kembali ke sana. Karena, satu-dua kali mengunjungi Papua tidaklah cukup untuk dapat menikmati alam Papua. (Msc/S-5)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar